- udul: Dark Eyes - The Beginning of Evil ( Chapter 1 )
- Author: Valdo L Finz
- Genre: Fantasy, Action, Romance, Slice of life, Comedy.
- Status: Complete
- Main Menu: Click here to see more titles
BAB I
Kenyataan
Suatu saat, aku akan jatuh cinta pada orang lain selain kau.
Aku akan, untuk pertama kalinya dalam hidupku, jatuh cinta pada orang lain selain kau.
Kau telah mengajariku cara bersimpati kepada orang lain,
karena itulah aku yakin suatu saat aku akan jatuh cinta pada orang selain dirimu.
Tapi aku akan selalu mengenang kembali,
pertemuan kita yang sangat menegangkan.
Yang telah kau lupakan ini, dengan kerinduan.
Kurasa aku takkan bisa melupakannya.
Seperti apa pun masa depan yang menungguku nanti,
Kearah mana pun jalan yang kulalui sekarang,
perasaanku terhadapmu tidak akan berubah.
Perasaanku tidak akan hilang.
Tujuh juli, pukul tujuh malam.
“Hosh.. hosh.. hosh..”
“Gawat, aku akan mendapat masalah jika begini terus,” gumamku.
Malam terasa sangat sunyi.. Ditengah keheningan itu, aku berlari sekencang-kencangnya melewati sudut jalan. Hanya suara langkah kakiku yang bisa terdengar dimalam itu. Hal ini terjadi karena aku tak terlalu memikirkan waktu yang berputar sangat cepat.. Jika saja aku pulang lebih awal, mungkin perjalananku takkan selarut ini. Tak ada satu pun bintang yang bisa terlihat menghiasi angkasa.. Mungkin semua itu karena cuaca yang berawan pada malam ini.
“Sial!!” teriakku.
Diikuti dengan cuaca yang kurang baik, angin berhembus kencang. Tiupannya sangat kencang dan terasa sangat berat.
Andai saja aku mengikuti arah angin pada saat itu.
Namun, heningnya malam dan buruknya cuaca tak membuatku gentar. Langkahku semakin terdengar sangat kencang setiap kali aku melangkah. Aku terus berlari.. Meskipun itu membuat nafasku tersegal-segal. Tak ada sedikit pun kegelisahan dalam langkahku. Walaupun aku tak begitu pandai berlari, namun sepertinya kecepatanku saat ini bisa mengimbangi seorang atlit olimpiade yang sedang berlari. Kejadian itu terus berlansung, sampai seorang wanita menahan langkahku. Seorang wanita misterius yang muncul secara tiba-tiba didalam pandanganku. Wanita itu menghadang langkahku dengan sebuah ancungan pedang panjang yang berada dalam genggamannya. Dengan tatapan mata yang tajam, tanpa perkataan atau senyum sedikit pun.
“Ada apa dengan dirinya?” pikirku.
Namun, ketika melihat sosoknya, tiba-tiba aku teringat akan sesuatu. Sesuatu yang sudah pernah kubaca sebelumnya. Parasnya yang sangat elok, tubuhnya yang sangat indah, mengingatkanku pada cerita itu. Tidak bukan hanya itu, matanya, bola matanya yang merah juga menarik perhatianku. Akan tetapi melihat pandangan matanya yang tajam, membuatku menghilangkan semua pikiran itu.
Tatapan matanya yang tidak bersahabat.
Tak ada satu pun ekspresi yang bisa kulihat dari wajah cantiknya. Dengan raut wajah yang dingin, dia terus menatapku. Namun entah ada apa dengan dirinya, tanpa ragu-ragu wanita itu berkata,
“Aku akan membunuhmu!”
Selain adegan dalam serial manga, inilah salah satu hal lain yang membuatku sangat terkejut. Semua pertanyaan akhirnya terjawab. Tatapan matanya yang tajam, ekpresinya yang dingin, acungan pedangnya. Ucapannya sama sekali tidak terdengar seperti gurauan. Dengan tegas dan jelas dia mengucapkan kata-kata itu. Kalau boleh, aku ingin sekali menganggapnya hanya sebuah gurauan. Tetapi sepertinya tidak begitu. Dia tidak main-main. Keseriusan sangat terlihat diwajahnya. Lebih dari sekedar ancaman, lebih dari itu..
Kesungguhan.
Ketakutan, bukan.. Lebih tepatnya kecemasan. Rasa cemas melanda pikiranku ketika melihat kesungguhannya.
“Mengapa dia ingin membunuhku?” pikirku.
Sungguh suatu ucapan yang tak masuk akal untuk ukuran seseorang yang baru pertama kali bertemu. Melihatnya saja tidak pernah, sekarang harus berurusan dengannya. Terlebih lagi tindakannya itu, terlalu buruk untuk dilakukan seorang wanita. Memang kuakui, acungan pedangnya membuatku bungkam. Melihat tatapannya saja sudah membuatku menggigil, apalagi jika benar-benar berurusan dengannya. Dengan langkah yang mantap, dia mulai mendekatiku. Bola matanya yang merah terus memandang, tanpa berkedip sedikit pun.. Seakan siap membunuhku yang ada didepannya.
“Tunggu sebentar, siapa kau?” tanyaku kepadanya.
Hanya pertanyan itulah yang sanggup kuucapkan kepadanya disituasi seperti ini. Sebuah pertanyaan yang kuharap bisa menjelaskan keadaan yang sedang kualami ini.
Wajahku pucat, tubuhku menggigil tak henti-hentinya.
Wanita itu terlihat seperti Shinigami yang siap mencabut nyawaku.
Perlahan dari bibir lembutnya, wanita itu mulai berbicara. Berbicara dari keadaannya yang menegang, “Aku adalah seorang iblis pencari jiwa,” ucapnya, tanpa berpaling sedikit pun dari tatapannya.
“Iblis?” tanyaku tidak percaya.
Iblis.. Seorang iblis wanita.
Penjelasan singkatnya membuat kepalaku berputar-putar. Tentu saja jawabannya ini membuatku bertanya-tanya. Selama ini yang kulihat, iblis hanya ada didalam anime danmanga. Jadi bagaimana mungkin ada seorang iblis di dunia nyata.
Apa ini sebuah lelucon?
Namun sepertinya dia tidak main-main. Tak ada sedikit pun ekspresi terlihat dari wajah cantiknya itu. Apalagi ketika dia sedang berbicara atau mengucapkan sesuatu.
“Mengapa kau ingin membunuhku?” tanyaku kepadanya, berharap mendapatkan penjelasan logis dari semua kejadian ini.
Aku berusaha semaksimal mungkin untuk keluar dari situasi sulit ini. Mencari tahu, serta memberanikan diri mengajukan pertanyaan demi pertanyaan kepadanya. Walaupun itu semua sedikit membuatku takut. Ditengah situasi yang tegang itu, wajahku mulai berkeringat. Namun, keringat ini bukanlah keringat yang biasa terlihat pada saat melakukan olahraga. Melainkan ini adalah keringat dingin.
Keringat dingin mulai membasahi pipiku.
Keringat yang biasa muncul pada saat manusia merasakan ketegangan, kegelisahan dan..
ketakutan.
Firasat buruk semakin merajam seiring waktu berlalu. Seolah tubuh ini tahu bahwa bahaya akan datang mengancam pada saat ini.
“Jiwamu adalah jiwa yang tersesat,” jawabnya datar, “aku datang kesini untuk mengambil jiwa yang tersesat dalam tubuhmu.”
Aku mencoba mencerna semua penjelasannya, namun sungguh aku tak mengerti dengan apa yang dibicarakannya. Seperti itulah, lebih tepatnya lagi..
Aku tak ingin mengerti.
Akan tetapi, sebelum aku sempat memikirkan hal itu, pedangnya sudah terayun. Dengan gerakan tangannya yang cepat, dia mengarahkannya. Ayunan pedangnya terarah, seolah siap menghabisi lawan yang berada di depannya.
“Uwaaah!!!” teriakku ditengah keadaan itu.
Gerakannya sangat cepat dan bertenaga. Seolah menunjukan keterlatihannya dalam memainkan pedang. Tetapi, aku berhasil menghindar dari serangan pedangnya. Hanya beberapa helai rambut yang menjadi korban ketajaman pedangnnya. Nyaris saja. Bila saja terlambat dalam timming itu, kurasa nyawaku sudah melayang.
“Kau hampir membunuhku!” pekikku.
Jantungku berdegup sangat kencang. Situasi yang berbahaya ini sangat membuatku terkejut. Wajahku menjadi pucat pasi, seakan menunjukan betapa terkejutnya aku akan tindakannya yang tiba-tiba.
“Tentu saja,” jawab wanita itu dingin.
Hal ini terjadi terlalu cepat, terlalu rumit. Hanya memikirkannya saja sudah membuat kepalaku terasa ingin pecah.
“Tunggu sebentar ini pasti salah paham!” ucapku di tengah situasi yang berbahaya itu.
Sungguh pada saat ini, aku tak bisa berpikir jernih. Terlebih lagi, aku tak begitu mengerti maksud ucapan dan alasan wanita ini datang mengincarku. Andai kata aku melakukan kesalahan yang tak kuingat kepadanya, bukan berarti dia bisa seenaknya membunuhku bukan? Tentu semua orang juga berpikir seperti itu. Namun sepertinya hanya wanita ini yang tak sependapat tentang kata-kata tersebut. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, wanita itu terus melangkah. Melangkah maju kembali kehadapanku, yang berhasil menghindar dari serangan pertamanya.
Dia memantapkan langkahnya kembali,
bersiap menyerangku dengan serangan susulannya.
“Tunggu, mungkin kau salah orang!” jelasku kepadanya di tengah situasi yang mendesak itu.“Tidak ada kesalahan dalam mataku,” jawabnya dingin.
Kalian mungkin bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi.
Kebetulan, aku pun sedang memikirkan hal yang sama.
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Mengapa dia sangat ingin sekali melenyapkanku?”
Ah.. Mungkin aku harus memulai dari apa yang kulakukan pagi tadi.
Tepat ketika hari terakhir festival Tanabata di sekolah Nakamura,
kehidupan SMA yang baru saja kumulai,
Akika wakatsu, akan menjadi kebiasaan dari hidupku.
Benar-benar tak ada yang special dalam hidupku.. Tapi tidak buruk juga.
Pagi ini sama seperti hari yang lalu, seperti hari yang lain..
Mula-mula aku merasa terbiasa dengan aktifitas yang membosankan ini.
Tetapi siapa yang mengira kehidupanku yang begitu rapuh bisa berubah dalam satu hari.
Aku tak pernah membayangkan ini akan terjadi pada diriku.
Dunia berbeda yang akan aku lihat..
Aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan mengalami ini.
Apa yang terjadi jika aku sudah pulang lebih awal?
Apa takdirku tetap sama bahkan jika aku berada di tempat lain?
Pada saat itu aku belum menyadari semuanya..
Namun demikian, takdirku berjalan ke arah itu tanpa menyadarinya..
Tempat beberapa meter dari dunia jiwa tersesat..
Pukul sembilan pagi.
Pagi itu udara sangat sejuk. Dengan santainya, aku berjalan menuju sekolah.
Kemudian ketika sesampainya diperjalanan, aku melihat seorang wanita cantik yang sedang termenung menatap langit.
Wanita itu terlihat seperti orang asing dari negara lain.
Aku menatap dan memandangnya.. Mata merahnya yang penuh dengan kekosongan..
Dia hanya terdiam saat tatapan matanya berpaling kearahku..
Raut mukanya terlihat sangat sedih dan kesepian..
“Hey wataku, bisa kesini sebentar?” teriak seorang teman memanggilku, menghilangkan semua konsentrasiku pada manga yang sedang kubaca.
“Maaf, aku sedang sibuk,” gubrisku tanpa menoleh sama sekali.
‘WATAKU’
Seperti itu lah teman-teman di sekolah memanggilku. Wataku, adalah singkatan dari Wakatsu *Otaku. Mereka memanggilku seperti itu sebab tak jarang mereka melihat hobi dan rutinitasku yang selalu kuisi dengan membaca manga atau pun menonton anime.
*Otaku = sebutan untuk mereka yang memiliki hobi dalam bidang komik dan animasi di negara Jepang
Di sekolah aku tidak begitu mempunyai banyak teman. Itu semua mungkin karena kebiasaanku menjaga jarak dari yang lainnya. Kau tahu, bagi sebagian besar Otaku, mengurangi aktifitas dan hubungan dengan orang lain adalah hal yang paling sering dilakukan. Tapi aku yakin, tak semua dari kalian akan paham dan mengerti alasan kami.
Bagiku, jika dibandingkan dengan menghabiskan waktu untuk pergi bersama teman, lebih baik waktu yang berharga itu kuhabiskan untuk membaca manga atau menonton anime. Bahkan karena aku terlalu tergila-gila dengan manga dan anime, terkadang aku sampai lupa waktu. Seperti saat di rumah, ibuku sering memarahiku saat aku menonton anime hingga larut malam.Seperti biasa, sebagai pelajar aku mengisi hari-hariku dengan pelajaran sekolah yang membosankan.
“Mengapa aku harus melakukan hal yang merepotkan seperti ini?” pikirku.
Bagiku belajar adalah suatu hal yang merepotkan. Selain menghabiskan tenagaku, belajar juga menghabiskan waktu luangku untuk menonton anime dan membaca manga. Sampai-sampai karena hal itu, terkadang ditengah kesibukan pelajaran di sekolah, aku selalu mencuri waktu untuk membaca manga.
“Akika-kun, coba baca buku halaman pertama!” ucap Sensei ditengah pelajaran.
“Akika-kun?” panggilnya.
“Apa yang sedang kamu baca Akika-kun?” tanya sensei dengan ekpresi iblisnya, ketika ia mendapati keaadaanku sedang membaca manga di kelasnya.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, aku hanya terdiam dan terus membaca tanpa mengubrisnya.
“Lagi-lagi kamu membaca manga ditengah pelajaran,” bentaknya marah, “sekarang singkirkan manga itu dan keluar dari kelas! Berdiri didepan koridor!”
Seperti itulah keseharian kehidupanku di sekolah..
***
Akhirnya waktu istirahat pun tiba. Waktu luang yang sangat ditunggu oleh semua siswa, setelah belajar penuh selama setengah hari.Semua pelajar di kelas sibuk akan kegiatannya. Mereka bercanda tawa, berlari keluar, dan berbincang-bincang dengan sesama lainnya. Entah mengapa mereka sungguh terlihat senang dengan aktifitas yang dilakukannya itu.
“Seperti orang bodoh saja..” pikirku.
Sementara aku hanya terduduk santai sambil membaca manga. Meskipun terkadang cibiran selalu datang ketika mereka melihat aktifitasku itu.
Kita hidup cuma sekali. Kenapa kita harus menghabiskan waktu kita untuk hal yang tidak kita sukai.
Walaupun begitu, terkadang aku sering berbincang-bincang dengan teman di belakangku ketika sedang bosan membaca manga. Gadis manis berambut panjang terurai ini namanya Yamada Yuri. Dia adalah primadona di kelasku. Yuri sangat terkenal dikalangan para laki-laki. Kecantikannya sudah lama menjadi perbincangan hangat di setiap sudut sekolah. Bahkan angkatan diatasnya pun mengetahuinya. Mendengar namanya saja, sudah membuat semua laki-laki berteriak girang.
Awalnya aku senang sekali bisa duduk tepat berada di depannya. Siapa coba yang tidak girang, duduk berhadapan dengan gadis cantik seperti dirinya. Kupikir aku bisa mendapatkan kenangan kelas satu yang sangat indah.Tapi setelah beberapa lama, seiring semakin aku mengenalnya, ternyata tersembunyi sifat yang mengerikan dibalik parasnya yang indah itu.
Kalau diibaratkan mungkin seperti cabai super pedas yang tersembunyi didalam bulatan kue *dango. Sifatnya kasar, hobinya mengganggu. Sungguh hobi dan sifat yang sangat tak masuk akal untuk wanita secantik dirinya. Banyak teman-teman yang dikenal Yuri menjadi korban kekasarannya. Termasuk aku.
“Wataku, kamu sudah mengerjakan tugas yang diberikan sensei kemarin?” tanyanya di belakangku.
“Aku belum mengerjakannya sama sekali,” ucapku santai.
“Bagaimana kamu bisa sesantai itu?!“ deliknya.
Aku hanya terdiam tanpa mengubris perkataannya.
“Kamu ini bodoh yah !! Disaat orang sedang sibuk mencari jawaban tugas, kamu malah asyik membaca manga,” gumamnya.
“Yah.. Begitulah,” ujarku.
*Kue jepang berbentuk bulat seperti bola kecil, dan biasanya rasanya manis (something like that)
Jam pelajaran telah usai. Satu lagi hari yang membosankan telah berakhir. Menyikapi hal itu, teman-teman berlari satu-persatu. Walaupun ada juga yang berjalan santai.Semua teman-teman telah beranjak meninggalkan kelas. Sementara aku masih memandangi setiap gambar dan juga kata-kata yang terlukis didalam genggamanku.
“Hei wataku, ini sudah waktunya pulang,” ucap Yuri menepuk pundakku.
Tak terasa, enam jam telah berlalu semenjak keberangkatanku menuju sekolah. Benar seperti yang orang dewasa sering katakan, waktu tak akan terasa pada saat kita melakukan sesuatu yang kita sukai.
“Nanti saja sebentar lagi,” ujarku sambil membaca manga, “aku sedang menikmati jalan cerita ini.”
“Baiklah kalau begitu, sampai jumpa besok!” lambai Yuri sambil beranjak meninggalkanku.
Waktu terus berlalu, hari semakin larut. Kini petang sudah berganti menjadi malam. Sementara aku belum sedikit pun beranjak dari dalam kelas. Hanya keheningan yang bisa terdengar dari setiap sudut.
Lalu tanpa kusadari, hari yang sudah menjadi sangat larut..
“Akhirnya selesai juga..” gumamku bahagia.
Tapi ketika tersadar dan melihat jam tangan..
“Huah!! Sudah pukul tujuh!“ teriakku panik.
Aku segera bergegas dan berkemas meninggalkan sekolah. Tak lupa aku membawa semua manga yang berada didalam Locker-ku. Aku berlari sekencang-kencangnya dalam situasi itu, bermaksud bergegas menuju rumah. Sebab ibu akan sangat-sangat marah bila keadaan ini menjadi lebih larut lagi. Tapi baru saja beberapa meter meninggalkan sekolah, tiba-tiba dari arah depanku muncul seorang wanita cantik menghalangi jalanku.
“BERHENTI!” ucap wanita itu.
Wanita itu berada tepat di depanku menghadang langkahku. Membuatku tertegun sejenak dan menghentikan langkahku. Seketika, aku mulai memandangnya dalam-dalam. Parasnya terlihat sangat cantik untuk seseorang yang pernah kutemui, selain Yuri tentunya. Bukan hanya itu saja, bola matanya yang merah juga menarik perhatianku. Namun ketika melihatnya, wanita itu mengingatkanku pada sesuatu. Tentang sebuah manga yang tadi pagi kubaca.
“Apa ini suatu kebetulan?” pikirku.
Pada saat itu, andai aku tak melihatnya.
Tetapi ada sedikit keanehan ketika memandangnya. Tatapan matanya tidak bersahabat. Seperti ada maksud dan tujuan lain yang tidak tergambarkan. Terlebih lagi tangannya memegang pedang sangat tajam. Membuatku sedikit cemas dan bertanya-tanya. Lalu ditengah kebingunganku itu, wanita itu berkata..
Aku akan membunuhmu!”
Aku sangat terkejut mendengar pernyataannya. Sungguh sebuah perkataan yang sangat tidak menyenangkan untuk diucapkan. Lalu, setelah ucapannya yang singkat itu, tangannya mulai mengacungkan pedang yang berada dalam genggamannya.
Melihat tangannya mengacungkan pedang membuatku bungkam. Entah apa yang dipikirkannya sampai-sampai dia melakukan hal seperti itu. Sungguh lelucon yang sangat tidak menyenangkan untuk gurauan seseorang yang baru pertama kali bertemu, sungguh.
Tetapi sepertinya semua itu bukanlah gurauan. Niat membunuh sangat terpancar dari raut wajahnya. Perasaan cemas semakin merajam ketika melihat wajahnya yang seperti itu.
Pada saat melihat keseriusannya,
tubuhku tak henti-hentinya menggigil.
“Mudah-mudahan ini hanya sebuah lelucon,” kataku didalam hati.
Hanya itu yang bisa kuharapkan didalam situasi yang aneh ini.
“Tu..tunggu, tunggu sebentar..” ucapku terbata-bata, “siapa kau? kenapa kau ingin membunuhku?”
Melihatnya saja sudah membuatku cemas,
apalagi jika benar-benar bertarung dengannya.
Wajahku mulai berkeringat, disusul dengan firasat buruk mulai menekan. Seolah tahu bahwa bahaya akan mengancamku.
“Aku seorang iblis pencari jiwa,” ucapnya datar.
“Jiwamu adalah jiwa yang tersesat,” ungkapnya, “aku datang kesini untuk mengambil jiwa yang tersesat dalam tubuhmu.”
“Iblis?!” ucapku tidak percaya.
“Itu benar,” ucapnya menegaskan.
Sejenak aku terdiam mendengar perkataannya. Terdiam dari ucapannya yang tak masuk akal.
“Hahaha, yang benar saja!” ucapku disertai dengan sebuah tawa yang menggelegar, “lelucon macam apa ini!!”
“Percaya atau tidak, keberadaanmu harus segera dimusnahkan,” jawab wanita itu dengan ekspresi dinginnya,
“sebelum jiwa itu sepenuhnya menguasai tubuhmu.”
Belum sempat aku berbicara kembali, wanita itu sudah mengayunkan pedangnya kepadaku. Ayunan pedangnya terarah, seolah siap memotong tubuhku yang tepat berada di depannya.
“Uwaaah!!” teriakku.
Untuk seketika, aku berhasil menghindar dari serangan pedang itu. Hanya beberapa helai rambut saja yang menjadi korban ketajaman pedang yang sedang diayunkan kepadaku.
“Kau hampir membunuhku!!” pekikku, seakan terkejut akan tindakannya.“Tentu saja,” jawab wanita itu datar.
Tanpa ragu-ragu, wanita itu beranjak kembali mendekatiku.
Bersiap menyerangku dengan serangan susulannya.
“Tunggu sebentar, ini pasti salah paham! mungkin kau salah orang!” jelasku kepadanya.
“Tidak ada kesalahan dalam mataku,” jelasnya.
Kemudian serangan susulan dimulai kembali. Sebuah sayatan yang sangat cepat dan bertenaga. Serangan demi serangan terus dilancarkan ke arahku tanpa celah sedikit pun.
Wanita itu menyerangku seperti seseorang yang sudah profesional dalam bidangnya.
Ayunan pedang bertubi-tubi tetap dilancarkannya dengan penuh perhitungan serta niat membunuh.Tapi entah mengapa aku berhasil menghindar dari serangannya.
“Mungkin ini karena latihan menghindar yang kupelajari saat bermain pedang-pedangan waktu kecil dulu..” pikirku. “Ada untungnya juga..”
Sementara ditengah elakan ayunan pedangnya yang bertubi-tubi, perlahan, kesialan mulai menghinggapiku. Tubuhku terjatuh ketika berhasil menghindar dari sayatan pedangnya yang ke.. Ah, aku sudah berhenti menghitungnya. Sepertinya tubuhku sudah sampai pada tahap akhir.
Menghindar juga ada batasnya. Kelelahan yah, sudah pasti. Tetapi anehnya, tak sedikit pun terlintas di pikiranku untuk berlari atau meminta tolong. Lalu sampailah pada bagian penyelesaian. Penyelesaian yang diinginkan wanita itu terhadapku. Pedangnya menuju tajam kearah leherku. Dan ditengah kesialanku itu..
“Tunggu dulu! tunggu sebentar! pasti ada cara lain mengatasi ini!!” teriakku was-was.
Aku berharap pada sedikit keberuntungan yang mulai menghilang.
Pedangnya mengarah sangat cepat. Seperti angin yang bertiup kencang, tak terlihat, tetapi terasa. Namun sepertinya perkataanku berhasil menahannya. Wanita itu menghentikan ayunan pedangnya. Beberapa Centimeter pedang terhenti dileherku. Mendengar teriakanku yang sangat kencang, membuatnya, dan menghentikan niatnya sejenak.
“Hampir saja!” pikirku, “jika dia tidak menghentikan ayunan pedangnya saat ini, mungkin aku sudah mati.”
Tubuhku membeku menyaksikan adegan yang baru saja terjadi. Jantungku berdegup sangat cepat, diikuti dengan wajah pucat pasi. Lalu, setelah berhasil menenangkan diri sebentar, aku pun mulai berkata..
“Mungkin kita bisa menyelesaikan semua ini dengan cara baik-baik tanpa melukai satu sama lain!” jelasku kepadanya.
“Misalnya dengan mengambil jiwa yang kamu butuhkan dalam diriku tanpa membunuhku,” usulku.
Ia hanya terdiam tanpa mengucapkan apa pun. Pandangannya tak berpaling sedikit pun dari wajahku.
“Apakah itu mungkin bisa kau lakukan?” tanyanya dengan tatapan dinginnya.
Tanpa mengubah sorot matanya, ia terus menatapku.
Wanita itu tak beranjak sedikit pun dari tempatnya. Dengan keadaan pedangnya yang masih berada beberapa centimeter dileherku.
“Mu..mungkin itu bisa kulakukan!” jawabku ragu.
Sebenarnya aku ragu dan tidak yakin dengan jawaban yang kuberikan. Tetapi mau bagaimana lagi. Jika tidak, aku bisa mati sia-sia ditempat ini. Masih banyak yang ingin aku lakukan. Seperti membaca kelanjutan serial manga yang baru kubeli kemarin misalnya.
Sebisa mungkin, aku memikirkan hal itu disituasi sulit ini. Namun itu suatu alasan yang jelas bukan.
Aku memandangnya dengan penuh harapan. Berharap kata-kataku menjadi pertimbangannya. Namun tatapannya tidak melunak sedikit pun. Membuatku cukup menjadi bimbang akan jawabannya.
“Baiklah aku akan memberikanmu satu kesempatan,” ucapnya kemudian.
“Akhirnya..” pikirku.
Kemudian ia mulai menyingkirkan pedangnya dari hadapan leherku. Menjauhkannya dari pandangan mataku.
“Aku akan memberikanmu waktu sampai besok,” katanya kepadaku, “aku akan kembali besok.”
“Bila besok kamu tak berhasil mengeluarkan jiwa yang tersesat dalam tubuhmu, aku akan membunuhmu,” ucapnya datar.
“Dosamu adalah kemalasan, ingat itu,” jelasnya.
Setelah ucapannya yang singkat itu, ia mulai berpaling. Tubuhnya membelakangiku, dan berusaha untuk beranjak menjauh.
“Tunggu dulu!!” ucapku menahannya.“Apa maksud perkataanmu itu?” tanyaku kepadanya ditengah keberanjakannya itu, “aku kurang mengerti.”
Wanita itu hanya terdiam tanpa berpaling. Ia tidak mengubrisku, seakan semua perkataannya sudah lebih dari cukup.
“Bisakah kamu jelaskan lebih detail lagi tentang ucapanmu itu?” tanyaku sambil beranjak berdiri.
Namun sebelum aku sempat menahannya, secara tiba-tiba, tepat didepan mataku, ia menghilang. Menghilang bersama hembusan angin yang bertiup pelan.
Tubuhnya lenyap,
seolah kegelapan malam menyatu pada dirinya.
“Tunggu,apa ini? dia menghilang?!” pikirku tidak percaya.
Aku menatap kosong pemandangan jalan yang ada didepanku tanpa melihatnya.
“Apa ini cuma mimpi?!” pikirku.
Aku menepuk-nepuk pipiku, seakan tak percaya akan yang telah kulihat.
“Ini cuma fantasy,‘kan? Bukan Realita?” tanyaku didalam pikiranku.
Aku terus bertanya-tanya pada diriku.. Berusaha mencari penjelasan logis untuk semua ini. Tetapi aku berhasil mengetahuinya.. Akhirnya aku menemukan jawabannya.
“Tidak, ini bukan mimpi..” pikirku.
Aku mengambil beberapa helai rambut yang berserakan di tanah.
“Ini kenyataan.”
Dark Eyes – The Beginning of evil All Chapter
Chapter 01 – END
Bersambung ke Chapter 02 – Penyelesaian
0 comment:
Post a Comment