• Latest News

    Tuesday, February 23, 2016

    [Fanfic Dragon Nest] Last Pray For Irene

    ASSASIN"S LIFE : 10 Favorite Story No.1


    Last Pray For Irene


    “Hi Assassin Roku, apa kau ingin tahu event apa yang sedang berlangsung hari ini?” Irene melambaikan tangannya ke arah Roku sembari tersenyum manis.
    “Hehehe…tidak Irene. Terima kasih.” Roku tersenyum malu. Ia lalu pergi meninggalkan Irene. Tak lama berselang, ia datang kembali ke tempat Irene.
    “Hi Assassin Roku, apa kau ingin tahu event apa yang sedang berlangsung hari ini?”
    “Huuuh…”Roku menghela nafas.
    “Irene…kenapa…” Roku menunduk, menatap kedua kaki Irene yang hanya berjarak beberapa centimeter dari kakinya.
    “Kenapa?” Roku menatap Irene lekat-lekat.
    Gadis cantik itu hanya tersenyum dan sedikit melambaikan tangannya.
    “Kenapa hanya itu yang selalu kau katakan padaku?” Roku memegang kedua tangan Irene.
    “Aku datang setiap hari ketempatmu, membawakan bunga dan benda kesukaanmu. Tapi…Tapi kau tak pernah berubah.” Roku berjalan meninggalkan Irene dan pergi ke Crystal Scream, duduk di bawah sebuah pohon besar sambil menatap langit. Ia lalu memetik sebatang rumput yang tumbuh disekitar pohon itu dan menggigitnya.
    “….” Roku terdiam.
    “Huek….pahit!!” Roku berlari menuju sungai yang ada di dekat sana untuk berkumur.
    “Pahitnya…seperti kehidupanku…”
    Roku berjalan kembali ke pohonnya tadi dan kembali duduk. Angin yang sejuk berhembus menerpa wajahnya dengan lembut. Roku termenung.
    “Senandainya NPC bisa hidup seperti player biasa, Irene pasti ada disampingku sekarang.” Roku tersenyum sendiri.

    “Roku, kenapa kau duduk sendiri di sini?” Terdengar suara lembut dari balik pohon.
    “Hah…suaranya tidak asing.” Pikir Roku. Ia menoleh kebelakang.
    “Irene?! Bagaimana bisa?” Roku terkejut begitu mendapati Irene sedang berdiri dibelakangnya.

    “Tapi…I…Irene…bagaimana bisa?”
    Irene tersenyum, lalu menyentuh bibir Roku dengan telunjuknya yang mungil.
    “Ssssst…..” Irene tersenyum dan duduk disebelah Roku.
    “Apa kau sering kemari Roku?”
    “Y…ya..akhir-akhir ini aku sering kemari. Hehe…”
    “Tempat ini sejuk sekali.”
    “Iya, kau benar…haha.”
    “Hehehe…”
    Mereka berdua saling berbincang dan larut dalam percakapan yang hangat.
    “Roku…Sejak kecil aku selalu ingin ke tempat ini, dan melakukan ini…” Irene berdiri dan melepas sepatunya. Roku hanya terdiam memperhatikan Irene dengan hati berdebar-debar.
    “Aku tak percaya…Irene…Dia hidupp!!” Kata Roku dalam hati. Ia masih tak percaya dengan apa yang ia lihat.
    “Roku….lihattt….” Irene berlari menuju sungai di dekatnya. Senyumnya nampak semakin jelas diterpa sinar matahari. Dengan penuh semangat Irene bermain dengan air sungai yang jernih itu.
    “I…Irene…tunggu…” Roku berdiri lalu mengejar Irene ke sungai.
    “Ah…!Tidak! Ikan piranha!Kyaa….” Irene berteriak.
    “Ikan piranha??” Roku yang sedikit merasa bingung melihat ke arah sungai. Banyak ikan piranha berenang disana.
    “Roku…tolong aku…Aku tidak mauu….Kyaaaa….” Irene menjerit histeris.
    “Irene! Aku akan menyelamatkanmu!”
    Roku melompat ke sungai. Ia mengeluarkan scmitarnya dan melumpuhkan ikan-ikan itu dengan sekali tebasan. Namun tanpa ia duga, dari belakangnnya muncul seekor ikan paus pembunuh yang siap menerkamnya.
    “Kyaaaaa…..”Irene berteriak kencang.
    “IRENE!!”
    “HAH…!” Roku tersentak. Ia begitu terkejut.
    “Aduh…kepalaku pusing sekali…” Gumam Roku. Ia terdiam dan perlahan melihat kesekitarnya. Tidak ada ikan piranha ataupun paus pembunuh.
    “Kemana perginya ikan-ikan ganas itu?”
    “Hih! Mana Irene?!!!” Roku berdiri.
    “AAA………..Ini tidak bisa diterimaaaa….” Teriaknya dengan kesal.
    Roku berjalan pulang meninggalkan pohon tempatnya tertidur tadi. Dengan gerutu yang tiada henti Roku melangkahkan kakinya. Jalannya lunglai seperti manusia tak bertulang.
    “Huhh….” Roku menghela nafasnya bergitu tiba di desa.
    “Ada apa ini?” Gumam Roku begitu melihat banyak orang berkumpul di depan air mancur desa. Ia berjalan perlahan menuju kerumunan itu.
    “G…GM??!!” Roku terbelalak. Didepannya tengah berdiri orang yang begitu ia kagumi.
    “Kenapa ada GM di tempat seperti ini?” Tanyanya dalam hati.
    GM itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya hingga wajahnya nampak jelas.
    “Wo…wooaahh…Senjatanya, armornya, menakjubkan!” Roku tak henti-hentinya merasa kagum.
    “Seluruh Player Verathea…Bersiaplah untuk ini…” GM itu mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya. Sebuah batu yang bersinar.
    “Ini adalah Blessing Of Earth Stone…” Katanya sambil memperlihatkan batu itu.
    “Tapi ini hanya replika saja.” Lanjutnya sambil tersenyum.
    “Batu ini, dapat mengabulkan 1 permintaan. Apapun itu.” GM itu kembali menjelaskan.
    “Waaah….” Semua orang yang mendengar hal itu begitu gembira akan kehadiran batu tersebut.
    “Tapi…” Raut wajah GM itu berubah menjadi sedikit serius.
    “Batu ini…hanya ada 1 di Verathea.” Katanya.
    “Kalian tak bisa mencarinya. Kalian hanya bisa berharap batu ini datang pada kalian.”
    Dalam kibasan jubahnya, GM itu menghilang. Menyisakan misteri mengenai keberadaan Blessing Of Earth Stone di benak semua orang.
    Malam hari, suasana desa Calderock begitu sepi. Suara burung hantu, jangkrik, dan teriakan monster dari hutan sesekali terdengar.
    Roku tidur terlentang sambil menatap langit-langit kamarnya.
    “Blessing Of Earth Stone…”
    “Tidak bisa dicari.”
    “Muncul dari harapan…”
    “Bagaimana aku bisa percaya batu itu benar-benar ada?”
    “Apa GM itu bisa dipercaya?”
    Roku menarik selimutnya menutupi sebagian tubuhnya.
    “Kalau aku punya batu itu…akan kubuat Irene menjadi player biasa dan menikahinya. Hehehe…” Roku tersenyum menyeringai.
    Ia melihat keluar jendela. Diluar begitu gelap. Hanya ada cahaya dari lampu pijar yang terpasang di lapak para merchant desa. Tampak Irine dan npc lainnya masih berdiri di tempat mereka masing-masing.
    “Irine, kau terlalu cantik untuk jadi seorang npc.” Kata Roku dalam hati. Roku melambaikan tangannya ke arah Irine. Tak lama berselang ia terlelap.
    “Cip…cip…cip…” suara burung saling bersahutan membangunkan Roku dari tidurnya.
    Ia membuka jendela kamarnya,
    “Hei buruuung! Diamlah…pergi pergi!” Teriaknya dengan geram.
    Burung-burung tadi berhamburan karena terkejut.
    “Bertemu Irene, mencari bunga untuk Irine, makan di dekat Irine, bicara dengan Irine…Aaah….aku semangat sekali.” Roku mempercepat langkahnya keluar dari rumah.
    “Hi Assassin Roku, apa kau ingin tahu event apa yang sedang berlangsung hari ini?” Irene seperti biasa tersenyum dan melambaikan tangannya.
    “Irene, kau manis sekali hari ini.” Roku tersipu. Ia lalu bergegas pergi ke Sign Canyon untuk mencari bunga yang akan ia hadiahkan pada Irene.
    “Hari ini monsternya sedikit sekali...apa mereka sudah punah karena aku terlalu sering kemari? Hahaha…”
    “Wacawf…wacawf….” Beberapa goblin mendekatinya.
    “Hiyat… Bom!” Dengan satu tebasan goblin-goblin itu tergeletak tak berdaya.
    Dengan santai Roku memetik bunga kuning cantik yang penduduk desa Calderock biasa menyebutnya “Fressia”.
    “BOM!!”
    Roku terkejut mendengar suara ledakan yang kuat dari arah desa.
    “Apa yang sedang terjadi?”
    “BOM!!” Suara ledakan itu terus berulang dan suaranya semakin kuat. Roku berlari menuju desa.
    “Ti…tidak…Desaku…” Roku terpaku melihat desanya yang hancur lebur. Semua orang berlarian tanpa arah. Api berkobar membakar lapak-lapak para merchant desa.
    “Tap…tap…tap…” Roku berlari menuju air mancur desa. Air mata mengalir membasahi pipinya.
    “I…Irene…”
    Awan hitam menyelimuti matahari. Semua orang saling membantu membersihkan puing-puing bangunan desa yang hancur. Raut pucat nampak jelas pada wajah mereka. Minotaur baru saja menyerang desa. Menyisakan kehancuran dan rasa takut untuk semua orang. Roku duduk di atas puing-puing bangunan rumahnya.
    “Jendelaku…apa aku tak bisa mengintip Irine lagi sebelum tidur? Dan lagi…”
    “Kemana perginya semua NPC??”
    Irene menghilang bersama npc-npc lainnya. Semua orang hanya bisa melihat tanpa mengerti apa yang sedang terjadi. Roku menggenggam kuat bunga Fressia yang masih dibawanya sejak tadi.
    “Irine…aku bersumpah. Aku akan mengembalikanmu!”
    Satu bulan tanpa npc, kehidupan semua orang begitu sulit. Mereka tak dapat membeli potion, memperkuat senjata, ataupun sekedar memperbaiki armor yang rusak. Tak ada kabar ataupun informasi dari GM. Semua orang berusaha sekuat tenaga untuk tetap bertahan hidup.
    “Hiyaaat!” Tebasan demi tebasan melayang dari Scmitar Roku. Sesekali ia melempar shuriken dan kunainya jika jarak monster terlalu jauh dari jangkauannya.
    “Triiing…” terdengar suara besi terjatuh.
    “Akhirnya…” Roku tersenyum. Sebuah scmittar terjatuh dari Harpy yang sedang dilawannya. Ia mengganti senjatanya yang rusak lalu menghabisi Harpy itu.
    “Crass…!” Dengan sekali tebasan, Harpy itu pun mati.
    Kehidupan semua orang termasuk Roku berubah semenjak semua npc di desa menghilang. Mereka harus berburu untuk mendapat makanan, armor dan juga senjata baru. Tak ada lagi Blacksmith yang dapat memperbaiki armor ataupun senjata. Senjata dan armor yang rusak harus diganti dengan yang baru. Semua itu hanya bisa didapatkan dari berburu. Semua monster di Verathea membawa senjata yang dapat dirampas jika player mengalahkannya. Berbeda jenis monsternya, maka senjata dan armor yang dibawanya juga berbeda.
    Dua bulan, tiga bulan, keadaan tidak juga berubah. Sambil dihantui rasa takut akan Minotaur yang dapat kembali kapan saja, para penduduk desa saling berjuang mempertahankan hidupnya.
    “Tu…tubuhku…” Roku terdiam melihat bayangan tubuhnya dari pantulan air sungai.
    “Kekar dan berotot…!!Sudah berapa lama aku tidak bercermin?” Roku tersenyum terpesona melihat bayangannya.
    “Wacarf…wacarf….” Seekor goblin mendadak muncul dari balik semak-semak. Goblin itu nampak lemah dan sekarat.
    “Goblin yang malang.” Roku berjalan mendekati goblin itu. Ia mengeluarkan scmitarnya.
    “Akan kuakhiri penderitaanmu.” Roku mengarahkan scmitarnya pada goblin itu sambil tersenyum.
    “Wacaarf…” Goblin itu histeris ketakutan. Ia berusaha menutupi kepalanya dengan kedua tangannya yang kurus.
    “Ah…aku…aku jadi tidak tega membunuhmu.”
    “Wacarf…wacarf….” Goblin itu berlari ke dalam hutan. Ia menjatuhkan secarik kertas lusuh.
    “Apa ini? Sebuah mantra?” Beberapa tulisan aneh tercetak dengan darah pada kertas lusuh yang dijatuhkan goblin tadi.
    “!@^#!!*&@(!#^....”Roku mencoba membaca mantra itu.
    “Mantra aneh apa ini?”
    “BOMM!!!” Ledakan yang besartiba-tiba  terjadi hanya beberapa meter dari tempat Roku berdiri.
    “HAH!” Roku terkejut. Dari balik asap ledakan tadi, muncul monster yang paing ditakuti di desa.
    “Mungkinkah?!I…Ini mantra untuk memanggil Minotaur??!!”
    Menyadari keberadaan Roku, Minotaur itu berlari ke arahnya. Roku mengambil ancang-ancang untuk menyerang.
    “Sial…Tak adakah orang lain disekitar sini?Apa aku seorang saja bisa mengalahkannya?”
    “Monster…”
    “Monster besar ini…”
    Air mata Roku mengalir membasahi pipinya. Ia menatap Minotaur itu lekat-lekat. Roku teringat saat-saat dimana Minotaur menghancurkan desa dan membuat semua npc menghilang termasuk Irene.
    “Irene…” Roku mengeluarkan scmitarnya.
    “Walaupun senjata ini tidak terlalu kuat. Tapi…”
    “Tekadku lebih dari cukup untuk mengalahkanmu, Mino…”
    Minotaur itu mengeluarkan kapaknya yang besar.
    “Tap…tap…tap…tap…” Roku berlari ke arah Minotaur itu, bersiap menebasnya.
    “Hiyaaaa…..t!!”
    “Crass…crasss…crass…” Beberapa tebasan mengenai tubuh Minotaur itu.
    “Graaaaaaa……” Minotaur itu mengaum dengan keras. Roku tak menghentikan serangannya. Ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menghabisi monster besar itu.
    “Hyung…” Minotaur itu mengibaskan kapak raksasanya.
    Roku berusaha menghindarinya. Ia terhempas ke tanah.
    “Graaaaaaaaaaaa…..!” Minotaur itu kembali mengaum. Gerakannya semakin cepat. Ia berlari ke arah Roku.
    “Hiyaaaattt…!!!” Roku bangkit dan kembali menyerang. Ia melempar shuriken dan beberapa kunai. Minotaur itu membalas dengan mengayunkan kapaknya berkali-kali.
    Pertempuran itu berlanjut seakan tak ada akhirnya. Langit berubah memerah, menghitam. Matahari berganti dengan bulan.
    “Hosh…hosh…hosh…”
    “Kenapa…Kenapa monster ini…”
    “Hosh…hosh…hosh…”
    Pandangan Roku semakin kabur. Ia mulai kelelahan. Beberapa serangan Mino mengenainya. Minotaur itu terus menyerang tanpa henti meskipun banyak darah keluar dari luka di tubuhnya. Tanah menjadi basah akan darah.
    “Brugh…”Minotaur itu terduduk. Warna kulitnya memucat.
    “Hosh…hosh…hosh…” Roku terengah-engah. Dengan sisa tenaganya ia berlari ke arah Minotaur itu.
    “Terimalah ini!!”
    “Bugh…!!” Roku terhempas dan membentur pohon.
    “Ukh….tidak….” Darah mengalir membasahi pakaiannya. Minotaur menangkis serangannya dan langsung membalas Roku dengan pukulannya yang kuat.
    “Aku…aku harus membunuhnya.”
    Roku duduk bersandar di pohon itu.
    “Irene…”
    “Hi, Assassin Roku, apa kau ingin tahu event apa yang sedang berlangsung hari ini?”
    “…”
    Roku tersenyum. Perlahan ia berdiri. Mengarahkan scmitarnya pada Minotaur.
    “Aku tak ingin mati, sebelum aku bisa mendengar kata-kata membosankan itu lagi.”
    “Irene…Ini semua untukmu!”
    Roku memanjat ke atas pohon lalu melompat ke udara.
    “Terimalah ini Mino!”
    “Ini benar-benar yang terakhir…!”
    “Hyaaattt….!!”
    “THE EEEEEND!!!HAHAHAHAHA……”
    “GRAAAAAAA……” Minotaur itu mengaum. Ribuan kunai melayang menembus armornya.
    … (malam berlalu)
    Sinar matahari menerpa wajah Roku yang sedang berbaring di bawah pohon. Tubuhnya tak lagi dapat bergerak. Tak ada seorang pun yang menyadari kehadiran Minotaur dan pertempurannya dengan Roku. Darah yang membasahi tanah mulai mengering. Hanya air mata mengalir membasahi wajah Roku. Minotaur sudah mati. Skill The End Roku benar-benar menjadi akhir dari segalanya.
    “Tak adakah orang lain di dekat sini?”
    “Aku…aku tak ingin mati.”
    “Aku ingin hidup terus sampai Irene kembali.”
    Air mata Roku mengalir tiada henti. Pandangan Roku semakin buram. Semua nampak semakin gelap. Angin berhembus, menerbangkan beberapa helai kelopak bunga berwarna kuning. Salah satu kelopak bunga itu jatuh di wajah Roku.
    “Wangi…”
    “Bunga ini… Fressia.”
    “Biasanya, sepagi ini aku sedang mencari bunga-bunga kuning ini untuk Irene.” Kata Roku dalam hati.
    “Gelap…apa aku sudah tak bisa diselamatkan lagi?”
    Roku menarik nafas panjang.  Ia tersenyum lalu memejamkan matanya.
    Di detik-detik akhir hidupnya ia bergumam dalam hati.
    “Paling tidak, aku mati dengan tersenyum.”
    “Ng? Cahaya? Apa itu jalan menuju surga?”
    “Hehe…Surga...di sana ada Tuhan.”
    “Kalau sudah sampai di sana…”
    “Aku ingin meminta sesuatu pada Tuhan.”
    “Oh Tuhan yang mulia…Aku ingin…semuanya kembali seperti semula. Aku ingin bertemu Irene dan bahagia selamanya.”
    “Hi Assassin Roku, apa kau ingin tahu event apa yang sedang berlangsung hari ini?”
    “Su…Suara Irene? Kenapa semua terasa nyaman? Bau ini…seperti di desa.”
    “A…Apa aku sedang duduk?”
    Roku membuka matanya perlahan.
    “Silau……”
    Cahaya yang menyilaukan itu perlahan hilang. Membuat Roku tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
     “Tong…tong…tong…” Suara blacksmith yang sedang menempa terdengar jelas menyadarkan Roku. Air matanya kembali mengalir. Roku hanya diam, terduduk di sebelah Irene. Perlahan bibirnya tersenyum, lalu berkata,
     “Mungkin…”
    “Lebih baik begini…Hehehe.”
    Sambil melihat Irene tersenyum, Roku berkata dalam hati,
     “Blessing Stone ternyata benar-benar ada.”
    -Selesai-

    By : AKUCIN (Althea)
    ID : momobaka

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comment:

    Post a Comment

    Item Reviewed: [Fanfic Dragon Nest] Last Pray For Irene Rating: 5 Reviewed By: Razelion
    Scroll to Top