• Latest News

    Saturday, February 27, 2016

    [Light Novel Indonesia]Dark Eyes - The Beginning of Evil ( Chapter 9 - Gadis Pembaca Warna Hati )

    • Title: Dark Eyes - The Beginning of Evil ( Phrase 9 )
    • Author: Valdo L Finz
    • Genre: Fantasy, Action, Romance, Slice of life, Comedy.
    • Status: Completed 
    DARK EYES

    BAB IX
    Gadis Pembaca Warna Hati

    Tahukah kamu bahwa setiap manusia memiliki warna hati?
    Setiap manusia mempunyai warna hati.
    Tapi, warna hati setiap manusia berbeda-beda.
    Banyak macam sifat yang bisa digambarkan dari warna-warna tersebut.
    Umumnya manusia memiliki  dua belas warna di dalam tubuhnya.
    Warna itu saling melengkapi satu sama lain.

    Tapi ada apa ini?!

    Mengapa warna hatinya mulai menghilang?!


    Empat belas juli, pukul setengah delapan pagi.

     Di pagi yang terik ini, aku berlari dengan kencangnya.

    Secepat kilat. 

    Berlari dengan cepatnya seperti pemeran utama dalam anime “Zonic the head dog menuju sekolah. Semua ini terjadi karena sepanjang malam aku terus menjaga Charon. Kejadian itu terus berlansung, sampai di tengah perjalanan aku berpapasan dengan seorang wanita. 

    Seorang  wanita muda.

    Wanita itu berlari dengan sangat cepatnya, tak kalah kencangnya denganku. Namun kami sempat berpapasan sejenak sebelum akhirnya ia benar-benar melewatiku.

    Namun melihat kecepatannya yang begitu kencang, menarik perhatianku. Aku berpaling sejenak ke arahnya tanpa mengurangi kecepatan sedikit pun. 

    Melihat ke arahnya dan memperhatikannya.

    Tanpa memperdulikan arah di depanku.

     “Ada apa dengannya?! mengapa dia berlari begitu kencang?!”  pikirku.

    Namun..

    aku tak mengiranya perbuatanku itu akan menenggelamkanku kembali.

    Oh, sungguh sial..

     “Awas! awas!” teriak wanita di depanku.

    Belum sempat aku menengok ke arah suara itu, seorang wanita sudah menabrakku. Wanita itu juga datang tepat dari arah depanku. Lalu pada akhirnya tabrakan singkat pun tak terelakkan.

    Tubuh kami saling beradu, 

    dan kepala kami terbentur.

     Pada saat yang bersamaan, di dalam keadaan itu, tubuhku kehilangan keseimbangan dan terhuyung jatuh ke belakang. Lebih sialnya lagi, pada saat kecelakaan itu berlansung, kepalaku menghantam kerasnya aspal jalanan pada saat terjatuh. 

    “Aduh, duh!” ucap wanita itu merintih kesakitan memegang kepalanya.

    Sementara aku hanya bisa terdiam memandangnya ketika mengetahui kesadaranku yang mulai menghilang. Melihat keadaanku yang tak kunjung bangun, wanita itu lansung berlari ke arahku. Wajahnya terlihat panik ketika melihatku tergeletak tak berdaya.

    “Hei, hei! kau tidak apa-apa?!” katanya sambil menepuk-nepuk tubuhku.

    Aku tak bisa menggerakan tubuhku pada saat itu, apalagi menjawab perkataannya. Kepalaku terasa sangat berat dan sakit sekali. Sepertinya aku mendapatkan benturan yang sangat keras.

    “Hei, hei! bangun!” ucapnya histeris setelah melihatku mulai memejamkan mata. 

    Dengan segenap usahanya, dia berusaha mati-matian untuk membangunkanku. Tetapi tetap saja itu semua percuma. 

    Kesadaranku semakin menghilang.

    Tak lama kemudian, aku jatuh pingsan.

    ***

    “Akhirnya kamu sadar juga,” 

     Begitulah ucapan wanita manis berambut pendek itu ketika aku berhasil membuka mataku. Setelah mendengar perkataannya, aku beranjak bangun dan berdiri. Berusaha memulihkan kesadaranku kembali.

    Namun aku sedikit terkejut melihat keadaan di sekitarku. Tersadar, aku sudah berada di sebuah kamar seorang wanita. Aku bisa mengetahuinya dari hiasan yang ada di sekitarnya.

    “Ini dimana?” tanyaku.

    “Kamu sedang berada di kamarku,” jawabnya.

    “Mengapa aku bisa berada di sini?’ tanyaku heran.

    “Kamu terjatuh dan pingsan setelah bertabrakan denganku,” ungkapnya.

    Seketika aku mulai teringat dengan kejadian yang terjadi tadi pagi setelah mendengar perkataannya. 

    Aku sangat mengingat kejadian itu.

    Kecelakaan yang terjadi ketika aku sedang bergegas dan berlari menuju sekolah.

    “Eh?! Sekolah?!”  pikirku.

    Aku mulai melirik melihat jam tangan ketika teringat tentang hal itu. 

    “Apa?! sudah jam setengah enam?!” teriakku.

    Semenjak tabrakan singkat itu terjadi, ternyata sepuluh jam telah berlalu. Pada akhirnya usahaku pada pagi itu, berlari kencang, hanyalah sia-sia. 

    Aku bolos sekolah.

     Entah mengapa bagiku, waktu pingsanku terlalu lama untuk ukuran manusia pada umumnya. 

    “Mungkin aku pingsan terlalu lama karena kelelahan akibat  menjaga Charon semalam..” pikirku.

    Atau kebanyakan menonton anime?

    Melihat keterdiamanku, membuat kesedihan di wajah wanita itu. Dengan wajahnya yang sangat menyesal ia memandangku dan meminta maaf dengan penuh penyesalan.

    “Maafkan aku!” katanya menyesal.

    “Eh?! tidak apa-apa!” jawabku kepadanya. 

    “Sungguh?” ratapnya.

    “Sungguh, aku tidak apa-apa!” ucapku dengan tersenyum.

    Melihat kesungguhanku, 

    membuatnya sedikit tenang.

     “Syukurlah,” ucapnya dengan senyuman.

    “Sebelumnya mari kita memperkenalkan diri!” katanya kepadaku.

    “Namaku Nakata Yuka! dan kamu? siapa namamu?” tanyanya.

    “Namaku Akika Wakatsu,” jawabku, sambil memegang kepala.

    Sepertinya aku mendapat benturan yang cukup keras ketika terjatuh. Itu kurasakan setiap kali aku sedang mencoba dan memegang kepalaku. Tapi melihat tindakanku itu, sekali lagi ia menatapku dengan penuh penyesalan dan berkata.. 

    “Maaf, maafkan aku!” ucapnya, “aku sungguh minta maaf atas kejadian tadi pagi, sungguh aku tak bermaksud menabrakmu.” 

    “Tidak apa-apa kok! sungguh tidak apa-apa!” jawabku meyakinkannya.

    Mendengar pernyataanku yang tulus, 

    membuatnya tak segan-segan untuk menceritakannya.

     “Tadi pagi aku sedang terburu-buru mengejar seseorang,” jelasnya.

     Aku terdiam mendengar penjelasannya. Ketika menatapnya, aku bisa merasakan penyesalan dalam bola matanya yang hijau. Memang, aku tipe orang yang sukar marah jika itu tidak berhubungan tentang anime atau manga.

    “Sudahlah tak perlu meminta maaf,” jawabku sambil tersenyum.

    Namun, di tengah perkataanku itu ia memulainya.

    Memulai kealihannya.

     “Sebagai permintaan maaf, bagaimana jika aku memberitahu warna hatimu?” tanyanya.

     “Eh!? Warna hati?!” pekikku heran.

     “Itu benar, aku bisa melihat warna hati seseorang!” ungkapnya.

    Ia mengucapkannya..

    Mengucapkan dengan sangat lantangnya.

    Kemudian setelah perkataannya itu, dia terdiam dan memandangku dalam-dalam. Sejenak aku tertegun dan terperangah melihat sikapnya itu. Namun di tengah sikapnya yang tak normal itu, akhirnya ia bersikap biasa kembali, dan berkata..

    “Kamu sedang menyukai seseorang yah?” ujarnya.

    Aku sungguh terkejut mendengar pernyataannya.

    “Bagaimana kamu bisa tahu?” tanyaku.

    Rasa heran, bingung, tak percaya mulai menghinggapiku. Ia mengutarakan perkataan itu seakan ia tahu isi di dalam hatiku.

    “Sejak kecil aku mempunyai kekuatan yang tidak dimiliki manusia pada umumnya,” jelasnya, “kekuatan itu membuatku bisa membaca warna hati setiap orang yang ada di sekitarku.”

    Kenyataanya memang benar, beberapa hari ini aku selalu memikirkan tentang Charon. 

    Sepertinya aku mulai menyukai keberadaannya.

    Sebab, semenjak kedatangan Charon terjadi banyak perubahan di dalam hidupku. Aku mulai mempunyai pola pandangan hidup kembali yang selama ini aku tinggalkan.

    Arti hidupku yang sudah lama kutinggalkan.

    Tingkahnya dan juga sikapnya sangat menarik perhatianku. Terlebih lagi ketika ia sedang marah.Sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa dan sukar untuk membiarkannya.

    Tak rela kehilangan dirinya.

    “Lalu warna hatimu yang bersinar saat ini adalah pink!” ujarnya.

    “Eh!? Pink?!” ucapku heran.

    “Mengapa harus pink?!” gerutuku dalam hati.

    “Setiap manusia memiliki sepuluh warna di dalam tubuhnya, dan warna itu saling melengkapi satu sama lain,” ucapnya menjelaskan.

    “Nah, warna yang paling bercahaya pada dirimu sekarang adalah pink!” ungkapnya dengan senyuman.

    “Jadi begitu,” gubrisku.

    “Lantas apa maksud dari warna itu?” tanyaku kepadanya.

    “Pink adalah Karakteristik jiwamu yang menunjukan rasa sedang  jatuh cinta atau menyayangi seseorang yang dekat denganmu!” jelasnya, “walau masih banyak lagi arti warna-warna lain,”

    “Jadi seperti itu..” gumamku, “mengagumkan!” 

    Ia hanya tersenyum senang mendengar pujianku. Tapi tak lama kemudian wajahnya kembali muram dan berkata..

    “Tapi beberapa hari ini aku melihat warna hati adikku mulai menghilang,” ucapnya dengan nada yang memprihatinkan.

    “Adik?” tanyaku penasaran.

    “Benar, seorang adik wanita,” ungkapnya, “wanita yang berlari ke arahmu.”Mendengar perkataannya membuatku teringat kembali tentang wanita yang berlari ke arahku sebelum ia menabrakku. 

    Wanita yang berlari kencang..

    Sama kencangnya denganku.

    “Mengapa warnanya mulai menghilang?” tanyaku.

    “Aku pun tidak tahu mengapa ia bisa seperti itu,” ungkapnya.

    “Jadi begitu..” gumamku.

    “Ketika aku bertanya tentang keadaannya, ia tak mau menjawab,” jelasnya, “tapi aku tak tinggal diam, aku terus memaksanya untuk bercerita. “

    “Sebelum akhirnya dia pergi berlari meninggalkanku,” sesalnya. 

    “Lantas apa yang dilakukannya sebelum dia menjadi seperti itu?” tanyaku kepadanya.

    “Sebelumnya adikku seorang yang penurut,” gumamnya.

    “Namun beberapa hari yang lalu entah mengapa dia menjadi susah makan dan ia tidak mau lagi memakan masakan yang biasa aku buat,” jelasnya.

    Mendengar pernyataannya itu membuat tanda tanya besar di dalam pikiranku. 

    “Mengapa adiknya tiba-tiba menjadi seperti itu?!”  pikirku.

    “Hmm.. sebelumnya apakah terlihat sebuah keanehan sebelum ia menjadi seperti itu?” tanyaku.

    “Sepertinya tidak ada,” ungkapnya.

    Mendengar penjelasannya yang jelas membuatku bungkam. Namun di tengah penjelasannya itu, aku mengingatnya.

    Mengingat semua perkataan Charon.

    Seperti yang sering kudengar darinya, jiwa tersesat adalah jiwa yang menghingapi manusia ketika manusia membuat kesalahan dan semacamnya.

    “Apa ini ada hubungannya dengan jiwa yang tersesat!?” pikirku.

    Mungkin bila aku mengaitkannya, bisa saja adiknya menjadi seperti itu karena tersesat dalam jiwa yang tersesat. Seperti itulah perkiraanku pada saat ini. Namun semua itu tak lebih dari perkiraan, karena yang bisa memastikannya hanyalah Charon yang mempunyai gelar Dark Eyes.

    Hanya sebuah dugaan.

    Mungkin itu terdengar cukup konyol.

    Tetapi pada saat ini mungkin aku tidak bisa membicarakan hal itu kepada Charon. Tentu saja, karena Charon belum sepenuhnya pulih dari demamnya. Terlebih lagi, jika aku menceritakan hal ini kepadanya, tentu ia akan bersikeras untuk turun lansung mencari tahu dalam masalah ini. Walaupun ia mengetahui keadaannya tak memungkinkan. 

    “Tapi tunggu dulu! sepertinya ia berubah sejak beberapa hari yang lalu!” ungkapnya di tengah keterdiamanku.

    “Beberapa hari yang lalu?” tanyaku heran.

    “Ya.. beberapa hari yang lalu! pada hari itu, ia berdebat tentang makanan yang dibawanya! tapi aku hanya terdiam menanggapi sikapnya itu,” ucapnya.

    “Semenjak hari itu, ia berubah dan warna hatinya mulai menghilang,” jelasnya.

    Di tengah permbicaraan itu, 

    aku memotongnya.

    “Maaf, apakah masakanmu enak?” tanyaku. 

    Mungkin memang terdengar kurang sopan aku bertanya seperti itu. Tetapi mau bagaimana lagi. Informasi sekecil apa pun sangat berguna dalam suatu hal. Karena itulah aku harus memastikannya dengan usahaku sendiri. 

    “Sepertinya masakanku cukup enak,” jawabnya tanpa tawa sedikit pun.

    “Lalu begitu juga ketika aku berbicara tentang acara festival sekolah, dia menjadi sangat marah,” jelasnya.

    “Acara festival sekolah?” tanyaku kepadanya. 

    Aku memandangnya dalam-dalam..

    tak berpaling sedikit pun dari wajahnya.

    “Benar, festival sekolah,” katanya, “festival sekolah yang akan berlansung dalam beberapa hari ini, pada festival itu setiap murid diwajibkan untuk membawa bekal makanan dari rumah.”

    Aku mulai memikirkannya perkataanya dalam-dalam. Lalu aku mulai memutar otakku dan mencerna semua kata-katanya.Semua petunjuk mulai kugabungkan satu persatu menjadi suatu rangkaian.

    Seperti sebuah ringkasan cerita dalam pelajaran.

    Tapi masih ada yang mengganjal dipikiranku ketika mencoba mengabungkannya..Pernyataan yang menguatkan dugaanku.

    “Lalu apakah dia marah ketika hendak memakan sesuatu?” tanyaku.

    Dengan wajah yang tak percaya, 

    ia menjawab.. 

    “Itu benar!” ucapnya. 

    “Adikku marah sekali ketika aku mengatakan bekal makannya besok sama seperti bekal yang biasa aku buat sebelumnya!” jawabnya membenarkan.

    “Bagaimana kamu bisa tahu?!” tanyanya heran.

    Dan Kemudian..  

    Binggo!

    Rasanya sudah lama sekali aku ingin mengungkapkan kata-kata ini.

    “Sepertinya cerita ini sering kulihat di dalam manga..” gumamku.

    “Eh?! Manga?!” ucap Yuka heran.

    “Itu benar,” jawabku. 

    “Dan aku mulai mengetahui kebenarannya!”



    Dark Eyes - The Beginning of Evil
    Chapter 09 - END
    To be continued Chapter 10 - Benih Cinta
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comment:

    Post a Comment

    Item Reviewed: [Light Novel Indonesia]Dark Eyes - The Beginning of Evil ( Chapter 9 - Gadis Pembaca Warna Hati ) Rating: 5 Reviewed By: Razelion
    Scroll to Top